Senin, 13 Desember 2010

kebudayaan tengger

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG
Masyarakat suku tengger merupakan salah satu suku yang mendiami lereng gunung Bromo-Bemeru. Gunung bromo (2.392m) adalah gunung yang dianggap suci bagi masyarakat tengger karena merupakan lambang tempat dewa Brahma, tempat wisata terkenal di jawa timur yang dapat ditempuh lewat empat kabupaten, yaitu : Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Malang. Puncak gunung Bromo yang luasnya 10 km merupakan perpaduan antara lembah dan ngarai dengan panorama yang menakjubkan bisa menikmati hamparan lautan pasir seluas 50 km. Kawah gunung Bromo berada dibagian utara berketinggian 2.392 m diatas permukaan laut yang masih aktif dan setiap saat mengeluarkan kepulan asap ke udara. Suhu rata-rata digunung Bromo antara 3-170C. Bagian selatan merupakan dataran tinggi yang dipisahkan oleh lembah dan ngarai, danau-danau kecil yang membentang di kaki gunung semeru yang dirimbuni hutan dan pepohonan sungguh merupakan pesona alam yang mengagumkan. Disamping pemandangan alam yang indah gunung bromo juga memiliki daya tarik yang luar biasa karena tradisi masyarakat tengger yang tetap berpegang teguh pada adat-istiadat dan budaya yang menjadi pedomannya.
Masyarakat tengger memiliki rasa persaudaraan serta solidaritas yang sangat tinggi. Menurur nara sumber (bpk. Sugik) di masyarakat tengger kriminalitas sangatlah kecil semua itu disebabkan oleh rasa percaya pada adanya tradisi, kualat, serta akibat yang akan didapat dari sang HYang Widhi jika mereka melakukan suatu kesalahan. Masyarakat Suku tengger berjumlah sekitar 40 ribu (1985) tinggal dilereng gunung semeru dan disekitar kaldera tengger.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimanakah kebudayaan masyarakat suku tengger?
1.2.2 Bagaimanakh pewarisan budaya masyarakat suku tengger kepada generasi muda?
1.2.3 Baimanakah adapt-istiadat masyarakat suku tengger?

1.3 TUJUAN MASALAH
1.3.1 Agar dapat mengetahui kebudayaan masyarakat suku tengger.
1.3.2 Agar dapat mengetahui pewarisan budaya masyarakat suku tengger kepada generasi muda
1.3.3 Agar dapat mengetahui adat – istiadat masyarakat suku tengger



















BAB II
PEMBAHASAN


A. KEBUDAYAAN MASYARAKAT TENGGER
1.Agama Masyarakat suku tengger
Agama masyarakat suku Tengger adalah agama hindu yang masih mewarisi tradisi hindu sejak zaman kejayaan majapahit. Namun saat ini juga masyarakat tersebut yang menganut agama lain yaitu: Islam, Kristen Protestan, Khatolik serta Budha. Walaupun orang Tengger beragama Hindu, mereka tidak dapat dapat dianggap sebagai kelompok etnis berbeda dari orang jawa yang lain. Mereka adalah orang Hindu tetapi tidak melakukan pembakaran mayat seperti orang Hindu di Bali. Namun demikian, selama sejarah manusia Tengger daerahnya dikurangi oleh orang pendatang yang beragama Islam dari daerah lain di Jawa. Sampai tengah abad 19 kebanyakan desa-desa Tengger lebih rendah dari 1400m dikuasai oleh pendatang yang beragama Islam. Upacara yang terkenal adalah upacara kasada terkenal hingga manca Negara dan selalu ramai dihadiri banyak turis luar negeri maupun lokal.

2. Upacara Keagamaan Masyarakat Suku Tengger
a. Pujan Karo (Bulan Karo)
Hari raya terbesar masyarakat Tengger adalah upacara karo atau hari raya karo diawali tanggal 15 kalender saka Tengger. Masyarakat menyambutnya dengan penuh suka cita, mereka mengenakan pakaian baru, kadang pula membeli pakain hingga 2-5 pasang, perabotan pun juga baru. Makanan dan minuman pun juga melimpah pada adat ini masyarakat suku tengger juga melakukan anjang sana (silaturrahmi) kepada semua sanak saudara, tetangga semua masyarakat Tengger. Uniknya tiap kali berkunjung harus menikamati hidangan yang diberikan oleh tuan rumah. Tujuan penyelenggaraan upacara karo ini adalah: mengadakan pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi Wasa dan menghormati leluhurnya, memperingati asal-usul manusia, untuk kembali pada kesucian, dan untuk memusnahkan angkara murka.
b. Pujan Kapat (Bulan Keempat)
Upacara kapat jatuh pada bulan keempat (papat) menurut tahun saka disebut pujan kapat, bertujuan untuk memohon berkah keselamatan serta selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin yang dilakukan bersama- sama disetiap desa (rumah kepala desa) yang dihadiri para pini sepuh desa, dukun, dan ,masyarakat desa.
c. Pujan Kapitu (Bulan Tujuh)
Pujan kapitu (bulan tujuh), semua pini sepuh desa dan keharusan pandita dukun melakukan tapa brata dalam arti diawali dengan pati geni (nyepi) satu hari satu malam, tidak makan dan tidak tidur. Selanjutnya diisi dengan puasa mutih (tidak boleh makan makanan yang enak), biasanya hanya makan nasi jagung dan daun – daunan selama satu bulan penuh. Setelah selesai ditutup satu hari dengan pati geni. Pada bulan kapitu ini masyarakat suku tengger tidak diperbolehkan mempunyai hajat.
d. Pujan Kawolu
Upacara ini jatuh pada bulan kedelapan (wolu) tanggal 1 tahun saka. Pujan kawolu sebagai penutipan megeng. M,asyarakat mengirimkan sesaji ke kepala desa, dengan tujuan untuk keselamtan bymi,air, api, angina, matahari, bulan dan bintang. Pujan kawolu dilakukan bersama dirumah kepala desa.
e. Pujan Kasangan
Upacara ini jatuh pada bulan kesembilan (sanga) tanggal 24 setelah purnama tahun saka. Masyarakat berkeliling desa dengan membunyikan kenyongan dan membawa obpr. Upacara diawali oleh para wanita yang mengantarkan sesaji ke kepal desa, untuk dimantrai oleh pendeta, selanjutnya pendeta dan para sesepuh desa membentuk barisan, berjalan mengelilingi desa. Tujuan mengadakan upacara ini adalah memohon kepada Sang Hyang Widi Wasa untuk keselamatan masyarakat tengger. Masyarakat bersama anak – anak keliling desa membawa alat kesenian dan obor.
f. Kasada (Bulan Dua Belas)
Upacara kasada dilaksanakan tnggal 14 dan 15 dilakukan di ponten pure luhur, semua masyarakat tengger berkumpul menjelang pagi. Tidak hanya masyarakat Tengger yang beragama Hindu saja, tetapi semua masyarakat Tengger yang beragama lainnya. Setelah upacara, melabuhkan sesaji berupa hasil bumi yang sudah dimantrai dukun kekawah gunung Bromo. Tidak hanya upacara saja tetapi juaga bermusyawarah dan bersilaturrahmi dengan dukun dan masyarakat Tengger. Upacara dilaksanakan pada saat purnama bulan kasada (ke dua belas) tahun saka, upacara ini juga disebut dengan hari Raya Kurba. Biasanya lima hari sebelum upacara Yadnya kasada, diadakan berbagai tontonan seperti: tari-tarian, balapan kuda di lautan pasir, jalan santai, pameran. Sekitar pukul 05.00 pendeta dari masing-masing desa, serta masyarakat tengger mendaki gunung Bromo untuk melempar kurban (sesaji) ke kawah gunung bromo. Setelah pendeta melempar ongkeknya (tempat sesaji) baru diikuti oleh masyarakat lainnya.
g. Upacara Unan-unan
Upacara ini di adakan hanya tiap lima tahun sekali. Unan-unan adalah tahun panjang (seperti tahun kabisat) melakukan upacara ngurawat jagat, mensucikan hal-hal yang tidak baik dengan mengorbankan kerbau. Unan yaitu menagrungi bulan. Tujuan unan-unan yaitu untuk mengadaksn penghormatan terhadap roh leluhur. Dalam acara ini selalu diadakan acara penyembelihan binatang ternak yaitu kerbau. Kepala kerbau dan kulitnya diletakkan diatas ancak besar yang terbuat dari bambu, diarak kesanggar pamujan.
h. Upacara yang dilakukan secara individu:
1) Upacara tujuh bulanan (sayut) dipimpin oleh pandita dukun.
2) Upacara indungi anak, anak yang menginjak masa remaja.
3) Upacara Tugel Gombak (laki-laki) dan Tugel Kuncung (perempuan), memotong sedikit rambut sekitar pusar rambut anak-anak yang menginjak usia 5 tahun.
4) Upacara Ngruwat, jika ada saudara 2 laki-laki atau salah satu anak laki-laki dan perempuan atau anak tunggal.
5) Upacara Kawiahan (kawin), upacara ini sama halnya dengan ijab Kabul.
6) Upacara Wala gara (Temu Manten).
7) Upacara Mendirikan Rumah.
8) Upacara Kematian, minimal 4 hari setelah meningggal dilakukan upacara untas-untas (roh orang meningggal diharapkan kembali pada pemiliknya).

i. Upacara Entas – Entas
Yakni upacara kematian yang terakhir kali dan perkawinan. “Waktu sekarang ini merupakan hari-hari baik bagi masyarakat Tengger untuk melaksanakan entas-entas dan perkawinan. Upacara entas-entas oleh masyarakat Tengger seperti halnya upacara pembakaran mayat (Ngaben) di Bali. Bedanya, di masyarakat Tengger yang dibakar adalah boneka dari yang meninggal dunia.

3. Tempat Keagamaan Masyarakat Suku Tengger
Pemeluk agama Hindu suku Tengger tidak sama dengan pemeluk agama Hindu pada umumnya, mereka memiliki candi-candi tempat peribadatan, namun bila melakukan peribadatan bertempat di Punden, danyang dan Poten. Poten merupakan sebidang lahan di lautan pasir sebagai tempat berlangsungnya upacara kasada.
Sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat Tengger yang beragama Hindu, Poten terdiri dari beberapa bangunan yang ditata dalan suatu susunan komposisi dipekarangan yang dibagi tiga mandala/zone yaitu:
1. Mandala utama
Disebut juga jeroan yaitu tempat pelaksanaan pemujaan persembahyangan yang terdiri dari:
• Padma berfungsi sebagai tempat pemujaan Tuhan Yang Maha Esa. Bentuknya serupa candi yang dikembangkan lengkap dengan pepalihan.
• Bedawang Nala melukisakan kura-kura raksasa mendukung padmasana, dibelit oleh seekor atau dua ekor naga, garuda dan angsa posisi terbang di belakang badan padma yang masing-masing menurut mitologi melukiskan keagungan bentuk dan fungsi padmasana.
• Bangunan sekepat (tiang empat) fungsinya untuk penyajian sarana upacara atau aktifitas serangkaian upacara. Bale pawedan serta tempat dukun sewaktu melakukan pemujaan.
• Kori Agung Candi Bentar, bentuknya mirip dengan tugu kepalanya memakai gelung mahkota segi empat yang bertingkat – tingkat mengecil ke atas.
2. Mandala madya
Disebut juga jaba tengah, tempat persiapan dan pengiring upacara terdiri dari:
• Kori Agung Candi Bentar, bentuknya serupa dengan tugu, kepalanya memakai gelung empat bertingkat – tingkat mengecil ke atas dengan bangunan bujur sangkar.
• Bale kentongan letaknya disudut depan pekarangan pura, bentuknya ssusunan tepas, batur, sari dan atap penutup ruangan kentongan. Fungsinya untuk tempat kentongan yang dibunyikan di awal, akhir dan saat tertentu dari rangkaian upacara.
• Bale bengong, disebut juga pawerangan suci letaknya diantara jaba tengah, mandala nista. Bentuk bangunannya empat persegi. Fungsinya untuk mempersiapkan keperluan sajian upacara yang perlu dipersiapkan di pura yang umumnya jauh dari desa tempat pemukiman.
3. Mandala Nista
Disebut juga jaba sisi yaitu tempat peralihan dari luar kedalam pura yang terdiri dari bangunan candi bentar penunjang lainnya. Pekarangan pura dibatasi oleh tembok penyengker batas pekarangan pintu masuk di depan dan pitu masuk ke jeroan utama memaki kori Agung.
Tembok penyengker candi bentar dan kori agung ada berbagai bentuk variasi dan kreasinya sesuai dengan keindahan arsitekturnya. Bangunan pura pada umumnya menghadap ke barat, memasuki pura menghadap ke arah timur demikian pula pemujaan dan persembahyangan menghdap kea rah timur kea rah yrbitnya matahari. Komposisi masa – masa bangunan pura berjajar antara selatan menghadap ke barat dan sebagian di sisi utara menghadap selatan (menurut bpk.Soedja’i).

4. Posesi Upacara Kasada
Upacara ini dilaksanakan setahun sekali oleh masyarakat hindu tengger yang mendiami 41 desa pada 4 kecamatan di Probolinggo, Lumajang, Malang, dan Pasuruan. Upacara kasada diadakan mulai tengah malam hingga dini hari, dan persiapannya dilaksanakan sejak 24.00 WIB bergerak mulai di depan rumah dukun (pendeta) Mujono, dan sampai ke pantai p[asir di pura Agung Puten kira – kira pukul 04.00 WIB. Menjelang menjelang matahari terbit yang disebut dengan Surya Serwana. Pada pukul 05.00 WIB upacara kasada dilaksanakan dengan terlebih dahulu dilakukan ritual di pura puten yang dilnjutkan turun menuju kawah gunung Bromo yang berjarak 2 km untuk melakukan ritual sesaji yang terdiri dari dua unsur penting, yaitu kepala bungkah dan kepala gantung. Kepal bungkah itu artinya buah – buahan yang berasal dari tanah seperti kentang dan ketela, serta kepala gantung yaitu buah – buahan yang bergantung. Ritual sesaji itu merupakan sesembahan sebagai ciri utama kehidupan dari masyarakat tengger, kecuali ada secara spesifik yang memiliki permohonan khusus, biasanya korbannya yaitu ayam atau kambing ini, yang khusus mau jadi pejabat.
Pad pengambilan sesajen para pengambil sesajen memakai gala dari kain goni, banyak tamu yang melemparkan sesajen ke kawah gunung bromo. Namun adapula yang mengambil uang ke dalam kawah tersebut. Pada upacara kasada petani juga melemparkan hasil pertaniaanya ke dalam kawah. Orang yang mengambil lemparan tidak boleh hanya mengambil satu kali, tetapi harus tujuh kali berturut – turut. Apabila melanggar maka orang tersebut mendapatkan musibah, seperti sakit. Cara penyembuhannya adalah dengan cara meminta maaf dan juga membuat acara ruwatan (bpk. Sugik).

5. Dukun Masyarakat Suku Tengger
Dukun tengger berbeda dengan dukun Jawa yang lain, mereka mempunyai tujuan menjaga kebudayaan dan melakukan upacara-upacara tradisional. Dalam setiap desa Tengger ada dukun diatas mereka ada satu dukun yang mengurus semua acara keagamaan, bernama “Lurah Dukun”. Walaupun agama masyarakat Tengger masih kuat, saat ini dalam desa-desa Tengger juga ada penduduk beragama Islam dan Kristen.
Lurah Dukun dirumahnya melakukan semeninga. Semeninga itu adalah prsiapan untuk upacara-upacara bertujuan untuk beritahu para dewa-dewa sesaji akan dimulai. Kemudian satu hari setelah itu baru sebelum para dukun turun sampai LAut PAsir mereka melakukan semeninga lagi. Kemudian para dukun berjalan sampai potenyang terletak di kaki Gunung Bromo. Sementara massa berkumpul di Laut Pasir sekitar Poten itu siap untuk memulai upacaranya. Pada tengah malam upacara Kasada mulai dengan Lurah Dukun menceritakan tentang Legenda Kasada dan berdoa kepada dewa Gunung Bromo dan dewa Kusuma. Pula kalau ada dukun baru dia akan diresmikan oleh dukun lainnya pada saat itu. Pemilihan dukun baru dengan cara demokrasi, dukun yang baru tersebut merupakan dukun yang dipilih yang sudah banyak hafal mantra keagamaan.

6. Legenda Kasada
Gunung Bromo tidak dapat dipisahkan dari sistem kepercayaan mastarkat suku Tengger. Legenda kasada adalah merupakan cikal – bakal rakyat Tengger dan menggambarkan hubungan manusia dan makhluk halus gunung Bromo. Dalam legenda kasada makhluk halus gunung Bromo tidak memilki namA sendiri tetapi di panggil oleh nama Sang Yang Widhi. Cikal bakal Tengger dalam ceritanya digambarkan sebagai asal – usulnya dari kerajaan majapahit dari sebelum keturunan kerajaan Hindu-Budha di jawa. Tujuan legenda kasada adalah bahwa suatu nenek monyang Tengger bernama “Dewa Kusuma” anak dari “Joko Seger” dan “Rara Anteng” mengorbankan jiwanya untuk keluarganya dan orang Tengger. Akibatnya adalah perjanjian di antara roh leluhur “Dewa Kusuma”dan orang Tengger untuk memberi sesajian setiap tanggal 14 bulan kasada dalam ketanggalan Tengger. Upacara sesajian itu bernama “Upacara Kasada” dan diikuti oleh orang Tengger satu tahun sekali sampai sekarang.
Dalam permulaan legenda kasada ada tiga peran pokok. Yang pertama bernama ‘Kyai Dadap Putih’ suatu dukun dari kerajaan majapahit. Dia datang ke daerah Tengger bertujuan bersemedi. Peran yang kedua adalah orang perempuan muda bernam “Rara Anteng” pula datang dari kerajaan majpahit.dia datang ke daerah Tengger untuk mencari ayahnya yang menjadi hilang dan sambil semedi di gunungnya. Peran ketiga adalah “‘Joko Seger” orang dari desa di daerah gunungnya. Dia pula mencari orang, pamannya yang hilang sambil semedi di gunungnya. “Kyai Dadap Putih” bertemu dengan “Rara Anteng” dan mengangkat dia sebagai anaknya. Saat “Rara Anteng” bersemedi dia bertemu dengan “Joko Seger” .(diceritakan oleh Bpk.Soedja’i)

B. ADAT – ISTIADAT
1. Tata Cara Bertamu
Masyarakat tengger pada umumnya, apabila bertamu mereka tidak berada diruang tamu pada umumnya melainkan di dapur.hal ini disebabkan oleh dinginnya suhu udara yang sangat menyengat. Sehingga, mereka cenderung berada didekat perapian yang letaknya di dapur untuk menghangatkan badan. Dan suguhan khasnya adalah Jagung Bakar.dan kebiasaan ini telah ada sejak zaman dahulu hingga melekat sampai saat ini.
2. Organisasi Masyarakat Suku Tengger
Meskipun masyarakat suku tengger dikenal sebagai suku yang kental akan tradisi, masyarakat suku tengger juga tergabung dalam suatu organisasi sebagai alat komunikasi bagi mereka. Para pemuda – pemudinya sudah tergabung dalam organisasi seperti: Karang Taruna, kesenian dll. Orang tuapun demikian, misalnya seperti PKK.
Ada pula organisasi keagamaan contohnya tiga organisasi yang akan melaksanakan kegiatan secara bersamaan, yaitu Majelis Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) melaksanakan Mahasabah (Sidang Besar) ke IX. Pada saat yang sama juga dilaksanakan Musyawarah Nasional Wanita Hindu Dharma yang ke III dan perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Prada). Diungkapnya, tujuan dari mahasabah adalah pergantian pengurus, merumuskan program kerja lima tahun kedepan, dan membuat rekomendasi – rekomendasi yang diperlukan oleh sebuah organiasasi.
3. Bahasa
Masyarakat suku tengger merupakan keturunan dari Roro anteng dan Joko seger. Roro Anteng yang masih keturunan bangsawan majapahit dan menganut agama Hindu-Budha majapahit. Saat majapahit mulai menurun kekuasaannya dan daerah Jawa sudah mulai dikuasai oleh Islam Roro Anteng melarikan diri menuju daerah Tengger hingga ia menikah dengan Joko Seger. Rara Anteng sebagai keturunan bangsawan majapahit ia menggunakan bahasa Jawa (kuno) atau biasa disebut bahasa jawa majapahit sebagai alat komunikasi. Hingga saat ini bahasa tersebut tidak pernah punah karena selalu digunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Contoh bahasa kuno “sira kate nyang endhi?” artinya: anda akan kemana?
4. Pakaian khas
Masyarakat suku tengger memiliki cirri khas, yaitu sarung sebagai pelengkap dalam berbusana. Laki – laki maupun perempuan, mereka tidak lepas dari sarung sebagai cirri khas. Semua itu bermula dari dinginnya cuaca wilayah tengger sehingga mereka menggunakan sarung, yang berawal dari orang tua mereka yang memakai sarung, sehingga mereka meniru kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua mereka. Masyarakat suku tengger yang akan membuat KTP, mereka berfoto dengan menggunakan pakaian adat sebagai foto KTP. Mereka juga berpakaian mirip dengan suku Hindu Bali, yang menggunakan selendang kuning sebagai pelengkap, karena suku bali pada umumnya satu – kesatuan dengan mereka (suku tengger), yaitu bangsawan majapahit yang melarikan diri untuk mempertahankan adat – istiadat, serta kepercayaan mereka.
5. Makanan khas
Aneka jenis makanan khas tengger, seperti Aron (nasi jagung), sate kepel, urap – urap dan wilus. Makanan khas malam hari biasanya lebih enak dimakan pada malam hari karena cuaca yang sangat dingin.minuman pelengkapnya adalah kopi atau anggur yang memiliki kadar alcohol yang sangat rendah.
6. Kepercayaan Masyarakat Tengger
Menurut kosmologi konsep kepercayaan Masyarakat suku tengger gunung bromo berbentuk tengah atau pelabuhan untuk sistim kepercayaan rakyat. Pada zaman dahulu semua bangunan dan sanggar tengger dibangun menghadap gunung bromo. Dukun akan melakukan selamatan menghadap gununga bromo. Walaupun saat ini orang yang meninggal dunia dikuburkan menghadap selatan, berbeda dari pada orang yang lain jawa. Selanjutnya dukun melakukan selamtan menghadap gunung bromo atau keselatan. Semua hal di atas bisa dijelaskan oleh kosmologi tengger pada zaman dahulu.
Orang tengger percaya bahwa dengan daerahnya mereka mendapat nama dari legenda kasada yang diceritakan di atas. Dua peran dalam legenda tersebut dianggap cikal bakal orang Tengger, Yaitu ‘Rara Ateng’ dan ‘Joko Seger’. Nama Tengger dari keduanya disebut ‘teng’ dari ‘Rara Ateng’ dan ‘ger’ dari ‘Joko Seger’.kata tengger menjadi istilah untuk ‘orang gunung’ dalam bahasa Jawa Kuno. Pada waktu agama Hindu-Budha menguasai pulau Jawa terutama kerjaan Majapahit, daerah Tengger dianggap sebagai tempat sacral. Daerahnya digunakan untuk tempat semedi dan selamatan terhadap ‘Dewa Api’ yaitu ‘Dewa Brama’. Gunung Bromo juga dapat namanya dari ‘Dewa Brama’. Tidak hanya Gunung Bromo yang berhubungan dengan kepercayaan Hindu-Budha dari India di daerah Tengger. Kedua Laut Pasir bersama Gunung Mahameru berhubungan dengan kepercayaan Hindu. Dalam wejangan Jawa Kuno yang bernama ‘Prastha Nikaparwa’ ada laut pasir si saerah gunung-gunung Himalaya yang harus dilewati oleh para Pandusa, juga ada di Gunung Meru. Maka si9mbolisme di gunung ini memang kuat. Gunung mahameru mendapat nama dari ‘Gunung Meru’. Dalam keprcayaan orang Hindu menganggap ‘Gunung Meru’ sebagai rumah para dewa hubungannya diantara manusia (bumi) dan Kayangan. Pada waktu itu Agama Islam menguasai Pulau Jawa, dan kerajaan majapahit turun pada abad 16. Kebanyakan orang Hindu-Budha di Jawa melarikan diri sampai pulau Bali. Betapapun orang yang tidak bisa berjalan ke Bali pindah ke daerah bergunung-gunung Tengger. Orang Tengger sampai saat ini masih beragama Hindu dan mereka memegang teguh agamanya meskipun banyak sekali pendatang dari luar daerah Tengger, bahkan dari manca Negara sekalipun yang datang untuk menikmati keindahan panoramanya, atau menetap di daerah tersebut untuk menjadi penduduk dan bertempat tinggal disana.







































BAB III
PENUTUP


3.1 KESIMPULAN
Jadi dari paparan sebelumnya dapat saya simpulkan bahwa Pewaris budaya Etnografi masyarakat suku Tengger di Gunung Bromo adalah proses pewarisan watak khas atau etos, akal serta pikiran suku Tengger yang mendiami suatu daerah terhadap generasi penerusnya yang sudah terkait dengan hal yang sering kali dilakukan sehingga menjadi suatu kebiasaan atau tradisi yang tidak terpisahkan masyarakat suku tengger yang mendiami daerah di Gunung Bromo disekitar empat kabupaten di Jawa Timur, yaitu: Probolinggo, Malang, Lumajang, dan Pasuruan.

3.1 SARAN
Berdasarkan uraian yang telah saya sampaikan saya berharap agar pembaca lebih banyak memahami Pewarisan Budaya Etnografi Masyarakat Tengger Di Gunung Bromo. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu, saya mengharapkan kritik maupun saran dari pembaca. Dan saya meminta maaf apabila dari uraian ini banyak kekeliruan baik dari segi tulisan maupun ceritanya.

1 komentar: